INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
- CMV
Sitomegalovirus (CMV) adalah
salah satu anggota kelompok virus herpes, yang meliputi virus herpes simpleks
tipe 1 dan 2, virus varicela zoster (penyebab cacar air), menginfeksi dan virus
Epstein – Barr (penyebab mononukleosis yang menular). Pada umumnya tingkat
penularan CMV tidak tinggi, penularan akan terjadi jika kontak langsung dengan
cairan tubuh penderita, misal air seni, air ludah, darah, air mata, sperma dan
air susu ibu. Penyebaran secara signifikan diketahui terjadi di dalam keluarga
melalui peralatan rumah tangga, diantara anak-anak dipusat penitipan anak, dan
didalam ruang kelas. Kebanyakan penularan erjadi karena cairan tubuh penderita
menyentuh tangan individu yang rentan kemudian diabsorpsi melalui hidung dan
mulutnya. Teknik mencuci tangan dengan sabun cukup efektif untuk membuang virus
dari tangan.
Resiko infeksi kongenital CMV
paling besar terdapat pada wanita yang sebelumnya tidak pernah terinfeksi dan
mereka yang terinfeksi pertama kali ketika hamil. Sebagaimana pada kelompok
dewasa lain, gejala CMV yang munculpada wanita hamil minimal dan biasanya
mereka tidak menyadari bahwa infeksi telah terjadi. Namun, jika ini merupakan
infeksi primer maka janin biasanya juga berisiko. Infeksi tersebut baru dapat
dikenali setelah bayi lahir. Diantara bayi tersebut hanya 30 persen diketahui
terinfeksi di dalam rahim dan kurang dari 15 prsen akan menampakkan gejala pada
saat lahir.
Komplikasi yang dapat muncul
antara lain :
Virus juga dapat ditularkan
kepada bayi melalui sekresi vagina pada saat lahir atau pada masa ia menyusu.
Namun, infeksi ini biasanya tidak menimbulkan (atau hanya sedikit) tanda dan
gejala klinis.
Diagnosis
Walaupun merupakan suatu
infeksi virus yang umum terjadi, CMV
tidak sering terdiagnosis sebab gejala yang muncul minimal. Berikut adalah
situasi klinis yang membantu Bidan untuk mencurigai infeksi CMV;
Pemeriksaan Laboratorium
Tes ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) dapat
digunakan untuk menentukan, sebelum infeksi yang terjadi, apakah terdapat
infeksi akut atau antibodi maternal yang didapat secara pasif pada ibu. Apabila
tes Serologi IgG positif atau nilai titer IgG tinggi, tidak berarti ibu secara
otomatis terinfeksi CMV aktif. Akan tetapi, jika dua sampel yang diambil dengan
jarak waktu dua minggu menunjukkan antibodi IgG meningkat empat kali lipat dan
kadar antibodi IgM signifikan(setara dengan sekurang – kurangnya 30% nilai
IgG), atau dalam biakan spesimen urine dan tenggorok ditemukan virus, maka
dapat dikatakan bahwa ibu sudah terinfeksi CMV aktif.
Terapi
Tidak ada terapi khusus untuk
CMV pada individu yang sehat. Pasien dengan gangguan kekebalan dan mereka yang
memiliki gejala mononukleosis atau gejala hepatitis diobati berdasarkan gejala
yang timbul atau dengan terapi antivirus.
Virus penyebab rubella atau
campak jerman ini bekerja dengan aktif khususnya selama masa hamil. Akibat yang
paling penting di ingat adalah keguguran, lahir mati, kelaianan pada janin, dan
aborsi terapeutik, yang terjadi jika infeksi rubella ini muncul pada awal
kehamilan, khususnya pada trimester pertama. Apabila seorang wanita terinfeksi
rubella selama trimester pertama, ia memiliki kemungkinan kurang lebih 52%
melahirkan bayi dengan sindrom rubela kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome). Angka tersebut akan meningkat
menjadi 85%, jika ibu terinfeksi rubella pada usia kehamilan kurang dari 8
minggu. Kelainan CRS yang paling sering muncul adalah katarak, kelainan
jantung, dan tuli. Kemungkinan lainnya adalah glaukoma, mikrosefalus, dan
kelainan lain, termasuk kelainan pada mata, telinga, jantung, otak, dan sistem
saraf pusat. Janin dengan CRS seringkali mengalami retardasi pertumbuhan
intrauteri dan pascanatal. Infeksi rubela yang terjadi pada usia kehamilan
lebih dari 12 minggu jarang menyebabkan kelainan. (Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ed 4, Helen Varney dkk, EGC, 2003).
Penapisan Dalam Kehamilan
Pemeriksaan titer antibodi
rubela (penghambatan hemaglutinasi) harus dilakukan secara rutin sebagai bagian
pemeriksaan antepartum awal. Titer antibodi 1:10 atau lebih menunjukkan adanya
kekebalan, sedangkan titer dibawah 1:10 bermakna sebaliknya, dan bidan harus
mencatatnya pada rekam medis wanita
tersebut serta membuat jadwal pemberian imunisasi setelah ia melahirkan.
Pemberian vaksin rubela selama kehamilan pada wanita yang tidak kebal tidak
direkomendasikan sebab vaksin adalah suatu virus hidup yang telah dilemahkan,
yang secara teoritis dapat menyebabkan malformasi janin. Wanita yang tidak
mengetahui bahwa mereka hamil dan menerima vaksin rubela dapat diberi
penjelasan bahwa tidak akan timbul efek teratogenik akibat pemberian vaksin.
Untuk mnghindari resiko,
sangat bijaksana jika bidan menawarkan vaksin rubela pada awal pascapartum.
Apabila bukan pada periode pascapartum, tanyakan apakah ia hamil, jelaskan
resiko yang berpotensi muncul, dan sarankan menunda kehamilannya selama satu
bulan setelah menerima vaksin. Jelaskan pula bahwa menyusui bukan
kontraindikasi terhadap pemberian vaksin.
Diagnosis
Tanda dan gejala klinik rubela
adalah sebagai berikut:
Penetapan diagnosis rubela
agak sulit karena gejalanya bersifat subklinis sehingga kendati janin sudah
terinfeksi, pada pemeriksaan klinis tidak muncul tanda atau gejala pada ibu.
Apabila ibu menyadari bahwa ia telah terpajan rubela dan pada pemeriksaan
laboratorium titer antibodinya dibawah 1:10 (tidak kebal), maka spesimen darah
harus diambil untuk pemeriksaan serologi (IgG dan IgM) untuk selanjutnya
dikonsultasikan kepada dokter. Pada situasi seperti ini, kebijakan tentang pemberian hiperimmune gamma globulin berbeda-beda.
Pencegahan
Sasaran utama program
imunisasi rubela adalah mencegah CRS. Komponen utama strategi pemusnahan rubela
dan CRS adalah mencapai dan mempertahankan tingkat imunisasi yang tinggi pada
anak-anak dan dewasa, terutama pada wanita usia subur, menyelenggarakan
surveilans yang akurat untuk rubella dan CRS; dan memutuskan mata rantai
penularannya. Pemberian vaksin pada wanita usia subur yang rentan terinfeksi
rubela harus menjadi bagian rutin untuk perawatan medis umum dan rawat jalan
ginekologi, dilakukan disemua pelayanan keluarga berencana, dan diberikan rutin
sebelum ibu pulang dari rumah sakit, pusat persalinan, atau pelayanan kesehatan
lain.
(Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Ed 4, Helen Varney dkk, EGC, 2003).
Varicella (cacar air) adalah
suatu infeksi virus yang sangat menular, yang disebabkan oleh suatu bentuk
herpesvirus. Ia dapat menetap laten
(dormant) di dalam ganglia dorsal sel saraf dan akan kembali aktif beberapa
tahun kemudian sebagai herpes zoster (shingles). Penyakit ini jarang ditemukan
pada kehamilan dan dampak yang merugikan pada ibu atau janin belum diketahui.
Sedangkan, infeksi varisela
yang terdapat selama kehamilan akan menimbulkan dampak serius pada ibu atau
janin. Antara 25-40% janin yang terpajan varisela didalam rahim akan terlahir
dengan menunjukkan gejala varisela kongenital. Semakin muda usia kehamilan,
semakin tinggi resiko sindrom varisela kongenital. Resiko ini paling tinggi
dalam 20 minggu pertama kehamilan. Sindrom varisela kongenital dihubungkan
dengan katarak, korioretinitis, hipoplasia anggota gerak, hidronefrosis,
mikrosefali, retardasi mental, lesi dermatom, dan jaringan parut pada kulit.
Infeksi pada ibu, yang terjadi
sejak 6 hari sebelum melahirkan hingga 2 hari sesudahnya, dapat ditularkan ke
bayi baru lahir, dengan demikian pada situasi ini tidak ada cukup waktu bagi
ibu untuk membentuk sistem kekebalan tubuh yang dapat diberikan kepada bayinya.
Bayi dapat menderita panyakit serius karena tidak mendapat kekebalan pasif dari
ibu. Kurang lebih 5% bayi yang mengidap varisela dari ibu akan meninggal.
Infeksi varisella pada orang
dewasa dapat berkembang menjadi berbahaya dengan kurang lebih 10-30% kasus
berkembang menjadi pneumonia varisela. Peneumoniavarisela telah menyebabkan
hampir 40% kematian wanita hamil, kecuali jika mereka mendapat pengobatan
asiklovir. Hingga 95% orang dewasa yang pernah terinfeksi varisela pada masa
kanak-kanak menjadi kebal terhadap varisela seumur hidup. Diantara orang dewasa
yang melapor tidak pernah terinfeksi varisela, 75-80% ternyata memiliki
kekebalan terhadap virus ini pada uji serologi.
Virus varisela ditularkan
melalui kontak langsung dan pernafasan. Masa inkubasi sejak pemajanan hingga
gejala pertama muncul adalah 10 – 21 hari. Penyakit ini menular sejak 2 hari
sebelum lesi muncul hingga semua lesi membentuk kerak, kira-kira 7-10 hari
kemudian. Lesi yang sudah menjadi kerak tidak menularkan virus lagi.
Tanda dan gejala klinis
infeksi varisela antara lain:demam, menggigil, nyeri otot, dan nyeri sendi,
yang diikuti oleh munculnya vesikel yang khas beberapa hari kemudian. Vesikel
tersebut sangat gatal, dan mengikuti pola yang khas: mulai muncul pada kepala
dan leher, kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas, kemudian pecah dan
membentuk kerak. Pada wanita yang menderi pneumoniavarisela gejala muncul
antara hari 1 dan ke 6 setelah vesikel mulai terlihat, yang meliputi bentuk
kering disertai nyeri dada akibat peradangan pleura, demam menetap, dan sesak
nafas.
Evaluasi yang harus dilakukan
pada wanita yang dicurigai mengidap varisela meliputi hal-hal berikut:
Penatalaksanaan varisela pada
wanita hamil dilakukan berdasarkan lama pajanan, usia kehamilan ketika infeksi
terjadi, dan tingkat keparahan penyakit yang diderita. Pemberian VZIG (Varicella Zooster Immune Globulin) dalam
96 jam setelah terpajan akan melindungi ibu dari infeksi yang lebih serius,
seperti pneumonia varisela. Manfaat VZIG bagi janin tidak diketahui. Kendati
demikian, janin dari wanita yang terinfeksi varisela 6 hari sebelum melahirkan
hingga 2 hari setelah itu harus diberi VZIG sehubungan dengan angka kematian
neonatus yang tinggi.
Karena daya tular varisela
tinggi, wanita yang terpajan atau terinfeksi harus diperiksa diluar jam kerja
rutin untuk menghindari penularan kepada pasien yang lain. Ketersediaan vaksin
yang memadai memungkinkan pencegahan kasus varisela. Pemberian vaksin sejak
usia kanak-kanak mengurangi angka kejadian varisela dan pajanan potensial pada
orang dewasa, termasuk wanita hamil. Pada saat konseling kehamilan diberikan,
wanita yang tidak memiliki riwayat infeksi varisela dapat disarankan melakukan
pemeriksaan serologi. Vaksinasi dapat ditawarkan sebelum kehamilan terjadi.
Vaksin varisela adalah vaksin hidup yang telah dilemahkan sehingga pemberiannya
pada masa hamil dikontraindikasikan. Wanita yang telah mendapat vaksin varisela
disarankan menunda kehamilannya minimal selama satu bulan kedepan.
2. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah suatu
penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh parasit intrasel Toxoplasma Gondii. Apabila wanita
terinfeksi pada masa hamil, toxoplasmosis dapat menyebabkan malformasi
kongenital berat karena protozoa ini dapat menembus melalui plasenta ke janin.
Infeksi yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu diperkirakan
hanya 5 persen. Angka ini meningkat hingga mencapai 80% seiring peningkatan
usia kehamilan. Namun, kasus yang paling berat justru terjadi pada akhir
trimester pertama. Sejumlah besar bayi tidak menunjukkan gejala infeksi
menjelang kelahirannya. Namun, sepanjang masa kanak-kanak, muncul kejang,
defisit motorik dan kognitif, serta retardasi mental. Efek yang paling parah
adalah anomali otak, misal: anensefali, hidrosefalus, mikrosefali, dan
pengapuran intrakranial. Toxoplasma
Gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Dua fase yang pertama menyebabkan
infeksi dalam tubuh pejamunya-hewan dan manusia yang menelannya. Fase ketiga
adalah fase seksual (memperbanyak diri). Fase ini hanyalah terjadi pada tubuh
kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia, seperti tikus
atau cecurut terinfeksi, yang kemudian mengeluarkan Oosit. Oosit ini dapat
menular tiga hari setelah yang
mengandung Oosit dapat tetap hidup selama setahun. Manusia dapat tertular
melalui kotoran kucing, tanah yang terinfeksi, ingesti daging terinfeksi yang
mentah atau tidak dimasak sempurna. Kebanyakan individu yang terinfeksi
toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala. Tanda dan gejalanya begi wanita hamil
samar-samar, sama dengan gejala infeksi mononukleosis, dengan penyerta sebagai
berikut:
Apabila diketahui tes serologi
wanita tersebut negatif untuk mononukleosis, maka penapisan toksoplasmosis harus
dilakukan. Pemeriksaan serum yang dilakukan adalah IgM dan IgG dan diulang
dalam tiga minggu. Infeksi dini akan ditunjukkan oleh nilai IgM yang tinggi
atau meningkat, sedangkan nilai IgG bervariasi dari negatif hingga positif.
Upayakan tes ini dilakukan di laboratorium rujukan yang diakui keakuratannya.
Para tenaga kesehatan yang berinteraksi langsung dengan wanita hamil harus
memahami etul dua permasalahan potensial yang berkaitan dengan pemeriksaan
serum toksoplasma. Pertama tidak ada analisis kimia yang dapat menentukan
dengan pasti kapan infeksi toksoplasma terjadi. Kedua, pada populasi dengan
angka kejadian infeksi toksoplasma rendah, seperti di AS, hasil IgM positif
besar kemungkinan merupakan positif palsu. Setiap wanita hamil yang dicurigai terinfeksi
toksoplasma perlu segera dirujuk untuk menjalani pemeriksaan ultrasonografi dan
mendapat penatalaksanaan medis. Tujuan pemeriksaan ultrasonografi adalah
mendeteksi anomali janin, hepatomegali, asites, atau kelainan intrakranial.
Cairan amnion dan darah janin dapat digunakan sebagai sampel untuk memastikan
infeksi pada janin.
Terapi pada sebagian orang
dewasa tidak diperlukan, tetapi untuk wanita hamil mutlak diperlukan. Tujuannya
adalah untuk mengurangi dampak buruk penyakit pada janin. Obat-obatan yang
biasa diberikan oleh dokter adalah sulfonamida, pirimetadin, dan spiramisin. (Asuhan Kebidanan, Helen Varney Edisi 4)
Prinsip Dasar
Infeksi saluran kemih,
khususnya bakteriuria dan sistitis tanpa gejala (asimptomatik), adalah
komplikasi yang sering muncul menyertai kehamilan. Sedangkan, pielonefritis,
infeksi yang lebih jarang terjadi, merupakan penyebab banyak kematian dan hasil
akhir kehamilan yang buruk. Sistitis dan bakteriuria tanpa gejala merupakan
infeksi yang terjadi pada saluran kemih bawah. Keduanya disebabkan oleh kuman
yang sama. Biasanya bakteri berjalan dari vagina dan rektum yang letaknya
memang berdekatan, tetapi 35 persen infeksi saluran kemih muncul dari ginjal.
Masalah
Escherichia Coli adalah
kuman yang paling sering ditemukan pada infeksi saluran kemih. Bakteri ini
merupakan flora normal saluran cerna dan tidak patogen, tetapi sangat merugikan
jika berada di luar saluran cerna. Proteus,
yang pada kondisi normal ditemukan disaluran cerna, menjadi patogenik
ketika berada di dalam saluran kemih. Klasiella
merupakan salah satu patogen menular yang menyebabkan infeksi pernafasan,
tetapi juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih. Pseudomonas Aeruginosa juga merupakan patogen pada manusia dan
merupakan penyebab infeksi pada saluran kemih. Bakteri lain yang umum ditemukan
pada saluran kemih adalah Betahemolitic
Streptoccocus. Istilah Enteroccocus mengacu pada suatu spesies streptokokus
yang mendiami saluran cerna dan bersifat patogen di dalam saluran kemih.
Penanganan Umum